Loyalis Prabowo Curiga Pakta Integritas Ijtimak Ulama Skenario Tumbangkan Prabowo
Spanduk HTI mendukung Ijtimak Ullama 2 [Tribunnews.com]
|
Kedekatan dan dukungan sekian lama Rizieq dan FPI kepada Prabowo sempat mengabur ketika Prabowo memilih pengusaha kaya raya rekan separtainya, Sandiaga Uno sebagai cawapres.
Tetapi Rizieq Shihab bermain tarik-ulur sekedar untuk menjaga citra bukan gampangan. Ia ingin publik menyangkanya kecewa Prabowo tak jadi mengambil ulama (Salim Segaf atau Abdul Somad) sebagai cawapres sebagaimana rekomendasi Ijtima Ulama I.
Setelah beberapa waktu berlalu dengan sejumlah drama pernyataan FPI tidak terlibat deklarasi dukung Prabowo-Sandiaga, Forum Ijtima Ulama II akhirnya dilaksanakan.
Hasilnya sudah tertebak. Hanya formalitas penandatanganan butir-butir kesepakatan yang salah satu isinya jaminan perlindungan terhadap Rizieq agar tidak diapa-apakan ketika kembali ke tanah air, plus negara (pemerintahan terpilih) mengurus pemulangannya. Rizieq ingin disambut seperti pahlawan perang yang pulang dari medan laga, bukan seorang pelarian kasus dugaan mesum.
Resmi sudah para peserta Ijtima Ulama II memberi dukungan kepada Prabowo. Para pendukung Prabowo bertepuk tangan. Menang! Satu-satunya benang penghubung Prabowo-Sandiaga dengan komunitas muslim terjaga.
Ya! Survei menunjukkan para pemilih muslim dari ormas-ormas Islam pun yang tak terafiliasi ormas lebih banyak yang mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin. Hanya pemilih yang mengidentifikasi diri dengan FPI yang dimenangkan Prabowo-Sandiaga. Ijtima Ulama II telah mematerai hasil survei itu. Secara hitam di atas putih mereka mendukung Prabowo-Sandiaga.
Memang terdengar lucu ketika dengan penuh percaya diri Rizieq Shihab dan para pengikutnya meneriakkan slogan persatuan ulama mendukung Prabowo sementara jumlah mereka minoritas, tak sebanding kekuatan besar ulama dan anggota Nahdatul Ulama dan ormas-ormas Islam besar lain yang berdiri di belakang Joko Widodo dan Ma'ruf Amin.
Tetapi sudahlah. Politik elektoral memang ajang perang klaim. Tanpa tahu malu para pihak berteriak sekencang-kencangnnya sebagai paling didukung, sebagai pemilik gerbong terbesar. Kita boleh memandang sinis, delusif! Tetapi begitulah riil politik elektoral itu. Hanya sedemikian kualitasnya.
Yang menarik sebenarnya, di tengah ucap syukur mayoritas pendukung Prabowo terhadap sah-nya dukungan orang-orang dalam forum Ijtima Ulama, ada sebagian pendukung Prabowo yang cemas.
Mereka adalah anak-anak muda yang menamakan diri Gerbong Pemuda Loyalis Prabowo. Jumlahnya tak banyak, setidaknya dari yang tampak dalam unjukrasa mereka.
Gerbong Pemuda Loyalis Prabowo berunjukrasa menolak Ijtima Ulama II yang mereka pandang hanya skenario menjadikan Prabowo kuda troya merebut kekuasaan [RMOL.co]
|
Mereka melihat Prabowo hanya sebagai kuda troya bagi kelompok-kelompok di dala forum Ijtima Ulama untuk meraih kekuasaan. Semacam kudeta merangkak.
Dalam pandangan anak-anak muda yang mengklaim diri loyalis Prabowo ini, skenario kudeta merangkak itu dimulai dengan mengikat Prabowo-Sandiaga dengan pakta integritas, lalu memenangkan Prabowo-Sandiaga ke kursi Presiden dan Wakil Presiden RI.
Setelah Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno berkuasa, janji-janji dalam pakta integritas ditagih dan dijadikan landasan evaluasi. Jika kemudian ada sejumlah butir pakta integritas yang ternyata tak mampu direalisasikan Prabowo-Sandiaga, dimulailah delegitimasi dan gelombang unjukrasa aksi tagih janji yang bermuara pada penumbangan kekuasaan Prabowo-Sandiaga.
Sebagaimana lazimnya penumbangan kekuasaan melului kudeta, pihak yang memobilisasi massa-lah yang kemudian tampil sebagai penguasa baru.
Bagi sebagian orang, kecemasan para pemuda loyalis Prabowo ini sekedar imajinasi paranoid. Berlebihan. Namun mereka mungkin saja para loyalis Prabowo ini melihat dasar yang kuat dengan kehadiran tokoh HTI dan spanduk-spanduk HTI dalam Ijtima Ulama I dan II. Apalagi kehadiran pemimpin HTI memang atas undangan panitia.
Pimpinan HTI Ismail Yusanto secara terang-terangan hadir dalam Ijtima Ulama I dan II atas undangan panitia [Tempo.co]
|
Demokrasi adalah salah satu prinsip dalam Pancasila, sila ke-4. Penolakan terhadap demokrasi berarti penolakan terhadap Pancasila. Itulah yang membuat HTI dibubarkan.
Organisasi-organisasi yang tidak menyepakati demokrasi akan selalu berupaya merebut kekuasaan tidak lewat jalur demokrasi (pemilu). Maka dukungan kepada Prabowo-Sandiaga untuk meraih kekuasaan adalah sekedar jalan taktis yang sementara sifatnya. Di tengah jalan, taktik ini akan dicampakkan, berganti perebutan kekuasaan melalui kudeta. Kondisinya bergantung imbangan kekuatan.
HTI berharap dengan berkuasanya Prabowo-Sandiaga mereka akan mendapatkan konsesi demokrasi berupa pembiaran hidup organisasi mereka, bertumbuh dan merekrut kian banyak anggota, menyusup dalam lembaga-lembaga strategis seperti militer, kepolisian, pengadilan, BUMN.
Kelak ketika imbangan kekuatan, komposisi rakyat yang mendukung gagasan-gagasan HTI dan yang menolak sudah cukup seimbang, gerakan kudeta pun dilancarkan.
Dengan pandangan seperti ini, para pemuda loyalis Prabowo meragu dalam berjuang habis-habisan untuk memenangkan Prabowo-Sandiaga dalam pilpres. Untuk apa menang pada Pilpres 2019 jika itu hanya membuka gerbang bagi musuh dalam selimut untuk merebutnya di tengah jalan? Bisa jadi demikian gejolak kecemasan dalam benak mereka.
Akhirnya, alih-alih menyatukan barisan ulama (yang tak mungkin sebab di kubu Jokowi ada KH Ma'ruf Amin dan NU), Ijtima Ulama dan paksa integritas justru memecah belah para pendukung sejati Prabowo, setidaknya bikin ragu kelompok-kelompok seperti Gerbong Pemuda Loyalis Prabowo. Tentu mereka yang berunjukrasa secara terbuka menyatakan kecemasan sekedar gunung es. Ada lebih besar jumlahnya yang diam dalam kecemasan serupa.
baca sumbernya
Belum ada Komentar untuk "Loyalis Prabowo Curiga Pakta Integritas Ijtimak Ulama Skenario Tumbangkan Prabowo"
Posting Komentar